Blog of Marsela Giovani

Here This,Simple But Meaningful..

Pekerja Rumah Tangga Anak di Indonesia


PRTA atau yang akrab dikenal dengan pekerja rumah tangga anak. Fenomena pekerja rumah tangga anak sudah tidak asing lagi di negara kita ini. Banyak anak-anak di bawah umur yang telah terjun menjadi PRTA. Fenomena ini menarik untuk dibahas karena banyaknya dampak negatif dari keberadaan PRTA ini. Berikut ini adalah sebuah makalah Sosiologi yang membahas mengenai masalah keberadaan PRTA di Indonesia.


BAB I


PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang

Konon pekerja rumah tangga telah ada sejak lama, diperkirakan ada sejak zaman kerajaan, penjajahan, begitu pula sesudah Indonesia merdeka. Saat ini, pekerjaan rumah tangga telah berkembang dan mengalami perubahan orientasi dari hubungan kekerabatan menjadi hubungan pekerjaan. Jenis pekerjaan ini tidak saja menyerap pekerja dewasa, namun juga menarik anak-anak untuk memasuki pekerjaan sektor informal ini.

Dalam Konvensi ILO Nomor 138 membahas mengenai batas usia minimun anak diperbolehkan bekerja dan rekomendasi No. 146 yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 telah mendeklarasikan bahwa “batas usia minimum anak diperbolehkan bekerja di Indonesia adalah 15 tahun” dan “pekerjaan apapun yang membahayakan anak-anak secara fisik, mental atau kesehatan atau moral anak tidak boleh dilakukan oleh mereka yang berusia dibawah 18 tahun”. Ketetapan usia minimum ini tentunya juga menjadi acuan bagi anak yang bekerja pada sektor pekerjaan rumah tangga. Namun persoalan ekonomi yang masih mendera bangsa ini mengakibatkan anak-anak terpaksa bekerja sebagai pekerja rumah tangga anak (PRTA).

PRTA biasanya melakukan pekerjaan sebagi tukang cuci, mengasuh anak, pemasak, dan membersihkan rumah. Mereka berasal dari pedesaan, dari keluarga miskin, berpendidikan rendah dan sebagai besar adalah kaum perempuan. Keberadaanya di tempat kerja, tanpa perlindungan hukum, tanpa pengawasan pihak berwenang, tanpa ikatan kontrak kerja, tanpa uraian pekerjaan, tanpa aturan jam kerja, tanpa upah minimum, serta tanpa hari libur. Hal ini menjadi kondisi yang kurang menguntungkan bagi anak yang bekerja sebagai PRTA, yang semestinya dapat tumbuh kembang dan mendapatkan perlindungan, namun harus terjebak pada pekerjaan yang belum memiliki rambu-rambu hukum dan standar ketenagakerjaan. Ini berarti PRTA berada pada situasi dan kondisi rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan.

Setelah melihat fakta yang ada, tidak sewajarnya anak-anak yang berusia di bawah umur (usia di bawah 18 tahun) untuk bekerja. Namun kasus pekerja rumah tangga anak yang muncul di berbagai daerah negara ini masih kerap terjadi. Oleh karena itu, kami merasa tertarik untuk membahasnya di dalam makalah ini.


1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang kami gunakan dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Apa pengertian dari pekerja rumah tangga anak?
b. Bagaimanakah kondisi pekerja rumah tangga anak di Indonesia?
c. Apa faktor penyebab munculnya pekerja rumah tangga anak?
d. Apa dampak negatif dari adanya pekerja rumah tangga anak?
e. Bagaimanakah keterkaitan undang-undang terhadap pekerja rumah tangga anak ?


1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan kelompok kami dalam melakukan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

- Untuk mengetahui mengenai realita pekerja rumah tangga anak di Indonesia.
- Untuk memenuhi salah satu nilai mata kuliah Introduction to Sociology.
- Mendapatkan pengetahuan mengenai faktor serta akibat dari adanya pekerja anak.
- Mengetahui undang-undang yang berkaitan terhadap pekerja rumah tangga anak di
Indonesia




BAB II

PEKERJA RUMAH TANGGA ANAK (PRTA) di INDONESIA



2.1 Pengertian pekerja rumah tangga anak

Pekerja anak adalah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil. Istilah pekerja anak dapat memiliki konotasi pengeksploitasian anak kecil atas tenaga mereka, dengan gaji yang kecil. Meskipun ada beberapa anak yang mengatakan dia ingin bekerja (karena bayarannya yang menarik atau karena anak tersebut tidak suka sekolah), Hal tersebut tetap merupakan hal yang tidak sesuai dengan yang seharusnya karena tidak menjamin masa depan anak tersebut.


Sedangkan, pekerja rumah tangga anak (PRTA) adalah setiap laki-laki dan perempuan yang umurnya dibawah 18 tahun masih disebut anak atau belum dewasa dan bekerja di dalam wilayah rumah tangga tertentu dengan imbalan upah atau bentuk lainnya. (sumber :www.lbh.or.id)


2.2 Kondisi pekerja rumah tangga anak (PRTA) di Indonesia

Keberadaan PRTA ini mudah ditemukan di hampir setiap rumah tangga kelas menengah di perkotaan. Pada umumnya tingkat pendidikan PRTA hanya sampai SD dan jarang sekali ditemukan mengkombinasikan sekolah sambil bekerja atau sampai lulus SMA. Anak-anak ini direkrut dari kampung atau desa di luar kota, berasal dari keluarga miskin, oleh penyalur atau kerabat dekat atau yang dikenalnya ditempatkan pada majikan (pengguna). Dalam pekerjaannya, PRTA memperoleh tugas mengerjakan pekerjaan rumahan (domestik) seperti mencuci, mengasuh anak, memasak, dan membersihkan rumah, dll.

Perekrutan PRT, termasuk PRTA dilakukan melalui 2 jalur, yaitu Jalur Agen/Yayasan dan Jalur Informal (saudara, tukang sayur, tukang jamu, dll). Jalur Agen memiliki pola kerja yaitu penyalur menawarkan pekerjaan ke PRT/PRTA di desa-desa. Setelah mendapatkan PRT/PRTA, kemudian diajak ke kota, misal Jakarta. Semestinya calon PRT/PRTA mengikuti pelatihan dulu, namun umumnya mereka langsung ditempatkan pada majikan. PRT/PRTA bekerja sesuai dengan kontrak yang dibuat, biasanya berlaku kontrak antara majikan, PRT, dan penyalur. Jika PRT atau majikan tidak saling cocok, PRT atau Majikan dapat meminta penyalur untuk menggantikan dengan PRT pengganti.

Sedangkan Jalur Informal, diawali dengan permintaan dari majikan untuk dicarikan pembantu/ pekerja. Pihak perantara mencarikan PRT/ PRTA ke kampung asal atau menghubungi saudara di kampung untuk dicarikan PRT/PRTA. Setelah sampai di Kota, langsung ditempatkan pada majikan. Jika PRT/PRTA merasakan dapat nyaman bekerja, maka dia akan bekerja dalam waktu lama. Namun jika tidak merasa nyaman, maka PRT/PRTA tersebut akan kembali pulang kampung atau kembali pada perantara atau mencari majikan baru.

Menurut survey ILO tahun 2005 terdapat 688.132 PRTA atau 34,82% dari total PRT, yaitu sebanyak 2.593.399 jiwa PRT yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar PRTA bekerja 7 hari dalam seminggu, dalam jam kerja yang jauh lebih panjang dari pekerja di sektor mana pun. Sepanjang tahun 2003 terdapat 17 kasus kekerasan atas PRTA, hampir 80%mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak.

Anak-anak yang bekerja sebagai PRT rata-rata berpendidikan rendah (SD atau SMP). Dari data International Labour Organization, International Programme on the Elimination of Child Labour (ILO-IPEC), tahun 2005, terdapat 53% PRT di Indonesia yang berusia antara 12-18 tahun tidak pernah bersekolah atau tidak lulus sekolah dasar. Dan 47% yang berpendidikan SMP dan SMA (lulus dan tidak lulus).


2.3 Faktor penyebab munculnya pekerja anak

Beberapa faktor penyebab munculnya pekerja anak adalah sebagai berikut :

1. Adanya persepsi orang tua dan masyarakat
Bahwa anak bekerja tidak buruk dan merupakan bagian dari sosialisasi dan tanggung jawab anak untuk membantu pendapatan keluarga.


2. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu alasan orang tua mengirimkan anak-anaknya untuk bekerja di kota. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh para agen-agen (calo) merekrut anak-anak desa untuk bekerja di kota. Keberadaan para agen tumbuh subur di desa-desa miskin yang penduduknya tidak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Para agen berusaha mempengaruhi keluarga untuk mengirimkan anak-anak ke kota bekerja sebagai pekerja rumah tangga anak. Biaya transportasi dan biaya kebutuhan lain ditanggung oleh agen. Orang tua PRTA biasanya senang mengirimkan anak-anaknya dan mereka percaya anaknya akan mendapat pekerjaan dan majikan yang baik. Sehingga orang tua berharap, anaknya dapat mengirimkan uang ke kampung.

3. Setiap tahun terdapat jutaan anak di Indonesia usia 15-18 tahun yang telah menamatkan SLTP, tetapi tidak dapat melanjutkan atau tidak tertampung di SMU, serta anak-anak yang putus sekolah di SLTP telah membanjiri angkatan kerja. Pekerjaan rumah tangga merupakan salah satu sektor pekerjaan yang tidak memerlukan kualifikasi pendidikan dan keahlian yang tinggi, pekerjaan ini dapat menampung dan menyerap mereka dalam jumlah besar.

4. Lemah sistem hukum dan penegakan hukum
Selain belum adanya undang-undang yang memberikan jaminan dan perlindungan hukum, lemahnya hukum dan kurangnya penegakan hukum terhadap pelanggaran mempekerjakan anak, menjadikan anak sebagai target para agen, penyalur, dan majikan untuk direkrut sebagai pekerja, khususnya pekerja rumah tangga anak.

5. Banyak pengguna jasa (majikan) yang lebih suka mempekerjakan anak-anak
alasannya adalah anak lebih mudah diatur, tidak melawan, apa adanya, tidak ada cuti hamil, cuti melahirkan, mudah dibohongi dan ditipu serta bayaranya lebih murah dibandingkan dengan PRT dewasa.


2.4 Dampak negatif yang dapat dialami pekerja rumah tangga anak (PRTA)

Pekerja rumah tangga anak rentan mengalami tekanan serta perilaku tidak adil dari majikannya. Hal itu dikarenakan pekerja rumah tangga anak yang pada umumnya masih muda dan dianggap masih lugu. Beberapa hal yang rentan dialami oleh pekerja rumah tangga anak adalah sebagai berikut :

a. Eksploitasi: dipekerjakan dengan waktu kerja yang tidak jelas dan sangat panjang dengan pemberikan upah yang tidak sesuai; atau tidak diberikan upah dan juga tidak diberi hari libur. Biasanya kerja paksa sering terjadi ketika anak sudah berada di tempat kerja, dan tidak bisa meninggalkan pekerjaan itu meskipun mereka tidak menyukai. Sebagai contoh, misalnya melakukan semua atau sebagian pekerjaan tetapi tidak ada imbalan gaji, jam kerja melebihi 8 jam sehari. Pada umumnya PRTA hanya diam saja, menerima, takut karena mendapat diancam.

b. Kekerasan meliputi:
- Fisik, seperti pemukulan, penganiyaan, disiram air panas, disterika, disundut
rokok, dicambuk dan lain-lain

- Psikis, seperti dimaki, dicela, diberikan panggilan yang tidak baik berupa
hinaan fisik atau direndahkan;

- Ekonomi, seperti pemberian upah tidak sesuai dengan perjanjian kerja atau
ditangguhkan dengan alasan pengguna jasa tidak ada uang bahkan upah tidak
dibayar.

- Seksual, seperti dirayu, dipegang, dipaksa oral seks, pelecehan seksual,sampai
upaya perkosaan.

c. Kurangnya kesempatan bermain
Anak – anak yang sudah bekerja sebagai PRTA sulit bahkan tidak mungkin untuk bermain dengan teman-temannya. Mereka dapat bermain bila ke pasar atau mengasuh anak majikan atau bertemu dengan temannya.

d. Terhambatnya tumbuh kembang dan akses kesehatan
Masa anak-anak adalah masa tumbuh kembang yang harus mendapatkan pemenuhan gizi yang cukup, berinteraksi, aktualisasi diri dengan lingkungan dan bila sakit mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Namun hal ini sulit dipenuhi, sehingga kondisi kesehatannya kurang terperhatikan.

e. Kurangnya Istirahat dan rekreasi
PRTA jarang mendapatkan istirahat yang cukup. Mereka bekerja rata-rata hampir 18 jam setiap hari, tanpa hari libur, dan cuti. PRTA dapat beristirahat tidur atau nonton TV dan melakukan rekreasi, jika majikan pergi keluar rumah.

f. Masa depan yang kurang pasti
Hak–hak PRTA yang terabaikan dan tidak terpenuhi, berdampak pada PRTA tidak dapat tumbuh kembang dengan baik dan wajar. Ini berakibat pada masa depan dan cita-cita mereka tidak dapat terwujud.


2.5 Peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan terhadap PRTA (pekerja rumah tangga anak)


Walaupun di Indonesia belum ada undang-undang yang secara khusus membahas mengenai PRTA, namun ada beberapa peraturan dan undang-undang yang dapat memberikan perlindungan mengenai keberadaan pekerja rumah tangga anak, di antaranya adalah sebagai berikut :

A. UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
secara tegas memberikan perlindungan terhadap anak dari segala bentuk perlakuan salah, eksploitasi ekonomi, kekerasan, dan perdagangan anak.

1. {pasal 9 (1)} Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan social.
2. (pasal 11) Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berkreasi, sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
3. (Pasal 12) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.
4. {pasal 16 (1)} Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
5. {pasal 17 (1)} Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
- mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penenpatannya dipisahkan dari orang dewasa
- memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
- membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
6. (pasal 20) Negara, pemerintah, masyarkat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
7. (pasal 21) Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan , jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan atau mental.



B. UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Mengatur mengenai hak-hak (seperti upah/ gaji) seseorang yang bekerja sebagai tenaga kerja


C. UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI ILO NO. 182
Pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak:
“segala bentuk perbudakan atau praktik sejenis perbudakan seperti penjualan dan perdagangan anak dan penghambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata”.


2.6 Hasil observasi

Berikut ini adalah hasil wawancara kelompok kami kepada beberapa pekerja rumah tangga dan majikan :

• Ana (13), pekerja rumah tangga anak di Jakarta

T : Apakah kamu pernah bersekolah?
J : Pernah,lulus SD aja trus langsung kerja.
T : Apa alasan kamu bekerja ?
J : Ingin cari uang buat bantu orang tua membangun rumah, trus mau ke
jakarta cari pengalaman.
T : Bagaimana tanggapan orang tua ?
J : kasih2 aja sih, lagian orangtua juga merasa lebih ringan bebannya
T : Sudah berapa lama bekerja dan apa saja yang dikerjakan?
J : Baru 2 minggu kerja disini sebelumnya pernah kerja dikampung, jagain
anak-anak, disini saya merawat anak,menyuci,menggosok trus
membantu memasak.
T : Bagaimana perlakuan majikan kepada kamu selama bekerja?
J : Baik-baik saja, soalnya masih diajar-ajarin khan saya masih baru di sini.
T : Apakah anda tahu tentang larangan bagi anak di bawah umur untuk
bekerja ?
J : Saya tidak tahu.

• Enah (14 tahun), pekerja rumah tangga anak di Tangerang

T : Apakah kamu pernah bersekolah?
J : pernah sampai kelas 3 SD saja
T : Apa alasan kamu bekerja ?
J : mau membantu orangtua mencari uang
T : Bagaimana tanggapan orang tua ?
J : setuju sekali, karena adik saya masih kecil-kecil dan butuh biaya
T : Sudah berapa lama bekerja dan apa saja yang dikerjakan?
J : Sudah 1 tahun lebih. Saya biasa mencuci, menggosok, menyapu,
mengepel, bantu masak, belanja, ya..intinya bersih-bersih rumah
T : Bagaimana perlakuan majikan kepada kamu selama bekerja?
J : ya...namanya majikan kadang suka ngomel tapi ada baiknya
T : Apakah anda tahu tentang larangan bagi anak di bawah umur untuk
bekerja ?
J : tidak tahu.

• Frida (52 tahun), majikan

T : Mengapa anda memilih anak berumur belasan untuk bekerja ?
J : karena lebih mudah diatur untuk disuruh-suruh, lebih polos juga kaga macem-
macem
T : Bagaimana anda dapat memperkerjakan anak tersebut menjadi PRT ?
J : pembantu saudara saya yang menawarkan anak itu untuk bekerja.
T : Adakah perlakuan khusus terhadap pembantu anda (PRTA)?
J : Biasa saja sih, sama kaya pembantu sebelumnya.
T : Apakah anda tahu tentang larangan bagi anak di bawah umur untuk bekerja ?
J : tidak tahu.


2.7 Contoh kasus

PRT ABG Disiksa Majikan Sabtu, 25 Februari 2006
Bogor, Warta Kota

Seorang pembantu rumah tangga (PRT), Ratna Maryati (13), melarikan diri dari rumah majikannya di Kampung Ciheuleut RT 06/08, Baranangsiang, Bogor Timur, setelah disiksa di kamar mandi. Anak baru gede (ABG) itu kemudian diselamatkan para tetangga, sedangkan majikannya, Rosyati alias Iyet ditangkap polisi, Jumat (24/2).
Penyiksaan yang dilakukan Iyet terhadap Ratna, kemarin, adalah untuk kesekian kalinya. Selama 7 bulan bekerja, sudah tak terhitung lagi siksaan yang diterima Ratna. Perempuan bertubuh mungil itu pernah dipukuli dengan wajan, dihajar dengan gayung, hingga disundut rokok.

Penyiksaan terakhir terjadi kemarin. Ketika itu, ada seseorang yang ingin membeli es batu, lalu dia mengambilkannya di lemari es. Karena kesulitan mengambil, Ratna berupaya dengan mencongkelnya menggunakan obeng. Ternyata upaya itu mengakibatkan goresan di bagian pendingin lemari es.
Mengetahui hal itu, Iyet murka. Saat itu juga sang majikan menyeret Ratna ke kamar mandi. Di sana ia menghantam kepala Ratna dengan gayung berkali-kali. Belum puas melampiaskan emosinya, Iyet lalu menyiram tubuh gadis ABG tersebut dengan air bak mandi. Tak hanya itu. Ratna juga didorong hingga jatuh terlungkup di kloset duduk. Tanpa ampun, kepala Ratna dibenamkan ke lubang kloset sambil dipukuli tubuhnya.

Setelah puas, Iyet meninggalkan Ratna di kamar mandi. Ia membiarkan pembantunya menangis meraung-meraung sambil menahan sakit. Saat sang majikan naik ke lantai dua rumahnya, Ratna pun kabur dan melaporkannya ke warga Kampung Ciheuleut.
Warga yang mendengar cerita Ratna menjadi gusar dan berencana untuk mengepung serta merusak rumah Iyet yang juga membuka usaha fotokopi. Tetapi niat itu dibatalkan. Warga lalu menyembunyikan Ratna di sebuah warung sambil membuat strategi untuk menangkap Iyet.

Seorang tetangga Iyet yaitu Suciwati melaporkan peristiwa tragis itu ke Mapolsekta Bogor Timur, Jalan Pajajaran. Tidak lama kemudian polisi datang ke lokasi dan menangkap Iyet. Bersama Ratna, ia dibawa ke Mapolresta Bogor, Jalan Kedunghalang, Bogor Utara.



BAB III

PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Idealnya perkerja rumah tangga anak (PRTA) tidak pernah ada, karena mereka tidak layak bekerja untuk mencari nafkah. Seharusnya mereka sedang menikmati masa pendidikan yang dibiayai oleh negara. Hal ini dapat dilihat pada UUD 1945 UUD 1945 Pasal 34 ayat(1) berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar menjadi tanggung jawab negara”. Anak-anak yang berumur di bawah 18 tahun, tidak diperbolehkan untuk bekerja karena sebelum menginjak umur tersebut, seorang anak masih dalam tahap perkembangan. Namun, karena banyaknya faktor yang mengakibatkan anak-anak di Indonesia terpaksa bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Faktor ekonomi yang menjadi alasan utama mengapa PRTA bermunculan di Indonesia. Banyak akibat negatif dari adanya PRTA ini, yang utama adalah adanya kekerasan serta eksploitasi terhadap anak. Namun, sampai saat ini Indonesia belum memiliki hukum yang mengatur keberadaan PRTA secara khusus.


3.2 Saran

Negara/ pemerintah seharusnya menjamin bahwa setiap anak dapat sekolah dan tidak bekerja. Tetapi, sampai saat ini keberadaan mereka belum diatur secara khusus oleh pihak yang berwenang. Oleh karena itu, hendaknya pemerintah dengan segera memberikan perlindungan khusus kepada PRTA agar hak-haknya dapat lebih terlindungi. Sedangkan bagi majikan yang memperkerjakan PRTA, sehubungan dengan sifat anak yang masih memerlukan perlindungan dan pemenuhan Hak-Hak Anak yang menjadi miliknya, maka jika dirasa tidak akan mampu melindungi dan memenuhi Hak-Hak Anak yang menjadi PRT sebaiknya tidak perlu mempekerjakan seorang anak menjadi PRT.

Setiap anggota keluarga dalam rumah tangga yang mempekerjakan anak sebagai pembantu rumah tangga hendaknya berasumsi bukan sebagai pembantu rumah tangga, akan tetapi lebih sebagai anak asuh. Hal ini selain akan menghindari terjadinya tuduhan upaya penghambaan atas anak, juga menghindari eksploitasi terhadap anak. Keadaan PRTA perlu diperhatikan lebih serius karena anak-anak adalah calon penerus generasi bangsa yang dimana keberadaannya perlu dilindungi oleh negara.



DAFTAR PUSTAKA



http://www.ilo.org/public/english/region/asro/jakarta/download/publications/childlabour/200603prtaid.pdf

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0401/14/humaniora/802345.htm

http://www.lbh-apik.or.id/fact-62%20PRTA.htm

http://www2.kompas.com/metro/news/0602/25/092923.htm

2 comments:

Assalamualaikum,, saudaraku semua yg ada diperantauwan. Izinkan sy berbagi cerita disini siapa tau dapat bermanfaat.. sy seorang mantan TKW dulu kerja di Taiwan pikir-pikir kurang lebih 5 tahun kerja jd Tkw di taiwan hanya jeritan batin dan tetes air mata ini selalu mengharap tpi tdk ada hasil memuaskan. Mana lagi dapat majikanku galak, kejam, cerewet, salah sedikit kena marah lagi . Tiap bulan dapat gaji hanya separoh saja . . itu pun tdk cukup biaya anak di kampung. Tapi setelah sy melihat crta teman sy yg dulu kerja di Singapura di beranda FB tentang kyai haji Abdul salam akhirnya sy tertarik meminta bantuan sama beliau.. Alhamdulillah berkat bantuan kyai haji Abdul salam melalui dana gaib sy bisa balik kampung dan sekarang sy sudah punya usaha sendiri.. Bagi saudara(i) yakin dan percaya ingin seperti sy slhkan hub kyai haji Abdul salam di no WhatsApp 085'298'892'338 atau bisa kunjungi situs resmi beliau di www.programdanagaib.com atau klik DISINI semoga pesan sy ini bisa bermanfaat terima kasih...

Salam satu jiwa

 
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
 

Posting Komentar